B. Bermakna

Pembelajaran bermakna telah diperkenalkan oleh David Ausubel pada tahun 1963. Pembelajaran bermakna akan lebih efektif jika informasi baru yang dipelajari dapat dikaitkan dengan pengetahuan atau pengalaman yang sebelumnya sudah dimiliki oleh siswa. Prinsip ini relevan dengan PM sebagai cara untuk memahami makna, sehingga meningkatkan efisiensi dan retensi jangka panjang (Kovač et al., 2023). Pembelajaran bermakna terjadi ketika peserta didik dapat mengaitkan informasi baru dengan pengetahuannya yang akhirnya membentuk pemahaman yang mendalam pada sebuah konsep. Fullan et al. (2018) mengaitkan pembelajaran dengan pembelajaran bermakna pada konteks relevansi aktivitas pembelajaran dengan dunia nyata, mengaitkan kontribusi pengetahuan peserta didik pada berbagai konteks (lokal, nasional, regional, dan global), dan pemanfaatan lingkungan sekitar untuk pembelajaran. Pembelajaran Mendalam memiliki prinsip pembelajaran bermakna karena mengutamakan pemahaman
materi secara menyeluruh, tidak sekedar menghafal. Ketika peserta didik terlibat dalam pembelajaran bermakna, peserta didik akan aktif untuk membuat keterkaitan, menganalisis, dan sintesis informasi yang merupakan prinsip PM.

C. Menggembirakan

Ahli-ahli pendidikan seperti John Dewey (1936) dan Howard Gardner (1983) menekankan
bahwa pembelajaran relevan dengan kehidupan nyata individu dan mengutamakan pembelajaran yang aktif serta pengalaman langsung baik secara emosional maupun intelektual. Michael Fullan dalam berbagai tulisannya (2014 dan 2018) tentang PM menyatakan pentingnya menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendalam, bermakna, dan menggembirakan, sehingga peserta didik terlibat dalam proses pembelajaran yang mendalam. Pembelajaran Mendalam akan bermakna untuk individu
dalam meningkatkan motivasi dan menyenangkan (Kovač et al., 2023). Pembelajaran yang menggembirakan fokus pada emosi yang positif yang berhubungan dengan proses pembelajaran termasuk rasa ingin tahu, semangat, dan motivasi. Pembelajaran Mendalam mempercepat rasa nyaman karena memberikan tantangan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi ide-ide kompleks. Ketika peserta didik mengalami belajar yang interaktif, aktif, serta terpusat pada peserta didik, mereka akan termotivasi untuk memahami secara mendalam materi pembelajaran, meningkatkan retensi dan pemahaman.

PENGALAMAN BELAJAR

Pembelajaran Mendalam memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik dengan memahami, mengaplikasi, dan merefleksi. Pengalaman belajar yang diciptakan proses yang dialami individu dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, atau nilai. Pengalaman ini terjadi di berbagai lingkungan, seperti di sekolah, tempat kerja, rumah, atau dalam kehidupan sehari-hari, dan melibatkan interaksi dengan materi pelajaran, guru, teman sejawat, atau lingkungan. Pengalaman belajar merupakan aktivitas yang diberikan guru dalam PM yang berkaitan dengan taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcomes) (Biggs & Collis, 1982) dan taksonomi Bloom (Anderson & Krathwohl, 2001). Taksonomi SOLO menggunakan kerangka berpikir yang dirancang untuk mengevaluasi dan memahami tingkat kompleksitas dalam pembelajaran siswa. Dikembangkan oleh John Biggs dan Kevin Collis pada tahun 1982, taksonomi ini membantu guru untuk menilai kualitas hasil belajar siswa berdasarkan tingkat pemahaman mereka terhadap suatu topik. Taksonomi SOLO mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam lima tingkat hierarki, mulai dari pemahaman yang dangkal hingga yang lebih mendalam yaitu; (1). Prastruktural: Tidak memahami materi; (2). Unistruktural: Memahami satu aspek; (3). Multistruktural: Memahami beberapa aspek, tanpa menghubungkan; (4). Relasional: Menghubungkan berbagai aspek secara kohesif; (5). Berpikir abstrak yang mendalam: Menerapkan pemahaman dalam konteks baru. Taksonomi SOLO dan taksonomi Bloom (2001) dalam PM dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Pengalaman belajar PM diciptakan melalui proses memahami, mengaplikasi, dan merefleksi yang
digambarkan dan diuraikan sebagai berikut.

KERANGKA PEMBELAJARAN

Kerangka pembelajaran merupakan panduan sistematis untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang mendukung pembelajaran. Fokus utama kerangka ini adalah mendorong pembelajaran yang bermakna, reflektif, dan kontekstual melalui praktik, lingkungan, dan kemitraan yang terencana. Keempat komponen ini adalah praktik pedagogis, kemitraan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pemanfaatan teknologi digital.